-----
ANEKDOT
Kumis,
Janggut, dan Tahi Lalat
Oleh:
Asnawin Aminuddin
Ada tiga raja pada tiga negeri bertetangga yang saling
membenci satu sama lain. Raja pertama bertahta pada Negeri Kumis, raja kedua
berkuasa pada Negeri Janggut, dan raja ketiga memimpin Negeri Tahi Lalat.
Di Negeri Kumis, hampir semua laki-laki memiliki kumis
dengan bermacam-macam model. Ada yang berkumis tipis, ada yang berkumis sedang,
ada yang berkumis tebal. Ada yang berkumis panjang, ada yang kumisnya panjang
diplintir, dan bermacam-macam model kumis lainnya.
Penduduk Negeri Kumis sangat membenci janggut. Para
laki-laki dewasa setiap hari mencukur janggutnya. Setiap ada turis atau
pendatang dari negeri lain yang berjanggut, mereka langsung dianjurkan agar
mencukur janggutnya, karena tidak sesuai dengan adat kebiasaan, tidak sesuai
dengan seni, dan tidak sesuai dengan budaya di Negeri Kumis.
Penduduk Negeri Kumis juga membenci tahi lalat,
apalagi kalau tahi lalat itu tumbuh di sekitar wajah. Kalau tahi lalat itu
muncul di bagian tubuh selain wajah, biasanya dibiarkan saja atau ditutupi
dengan sesuatu, tetapi kalau tahi lalat itu tumbuh di wajah, maka tahi lalat
itu langsung dicabut melalui operasi yang memang digratiskan di Negeri Kumis.
Kalau ada orang yang "melanggar" kebiasaan
itu, biasanya orang itu akan mendapat berbagai masalah, antara lain dikucilkan
dan sulit menduduki jabatan tinggi di kerajaan atau di tempat kerja mereka.
Orang yang memelihara janggut akan diberi sebutan
kambing dan dianggap sok alim, sedangkan laki-laki yang memelihara tahi lalat
akan disebut bencong alias banci.
Saking pentingnya kumis untuk menjaga kultur dan jati
diri Negeri Kumis, sampai-sampai ada menteri yang mengusulkan supaya kumis
dibuatkan Undang-undangnya. Isinya antara lain wajib hukumnya para laki-laki
memelihara kumis, dan melarang semua laki-laki memelihara janggut.
Selain itu, juga diusulkan agar semua laki-laki dan
perempuan segera mencabut melalui operasi jika ada tahi lalat yang tumbuh,
terutama di sekitar wajah.
Banyak menteri yang setuju dengan usul tersebut,
tetapi raja tidak setuju, karena ternyata permaisurinya punya tahi lalat di
sekitar dada dan sang permaisuri memang lebih suka memakai baju dengan dada
agak terbuka.
Negeri
Janggut
Kondisi serupa juga terjadi di Negeri Janggut.
Penduduk di negeri tersebut sangat memuja janggut dan menganggap janggut adalah
segalanya. Maka penduduk laki-laki pun berlomba-lomba memelihar janggut sebagus
mungkin.
Ada orang yang janggutnya pendek, ada yang janggutnya
panjang, ada yang janggutnya dikuncir, serta bermacam-macam model janggut
lainnya.
Penduduk Negeri Janggut sangat membenci kumis. Para
laki-laki dewasa setiap hari mencukur kumisnya. Setiap ada turis atau pendatang
dari negeri lain yang berkumis, mereka langsung dianjurkan mencukur kumisnya,
karena tidak sesuai dengan adat kebiasaan, tidak sesuai dengan seni, dan tidak
sesuai dengan budaya di Negeri Janggut.
Penduduk Negeri Janggut juga membenci tahi lalat,
apalagi kalau tahi lalat itu tumbuh di sekitar wajah. Kalau tahi lalat itu
muncul di bagian tubuh selain wajah, biasanya dibiarkan saja saja atau ditutupi
dengan sesuatu, tetapi kalau tahi lalat itu tumbuh di wajah, maka tahi lalat
itu langsung dicabut melalui operasi yang memang digratiskan di Negeri Janggut.
Kalau ada orang yang "melanggar" kebiasaan
itu, biasanya orang itu akan mendapat berbagai masalah, antara lain dikucilkan
dan sulit menduduki jabatan tinggi di kerajaan atau di tempat kerja mereka.
Orang yang memelihara kumis akan dicap sebagai
pemabuk, pengguna ganja, pengguna obat-obat terlarang, dan berbagai macam cap
negatif lainnya. Laki-laki yang memelihara tahi lalat akan disebut bencong alias
banci.
Saking pentingnya janggut untuk menjaga kultur dan
jati diri Negeri Janggut, sampai-sampai ada menteri yang mengusulkan supaya
janggut dibuatkan Undang-undangnya. Isinya antara lain wajib hukumnya para
laki-laki memelihara janggut, dan melarang semua laki-laki memelihara kumis.
Selain itu, juga diusulkan agar semua laki-laki dan
perempuan segera mencabut melalui operasi jika ada tahi lalat yang tumbuh,
terutama di sekitar wajah.
Banyak menteri yang setuju dengan usul tersebut,
tetapi raja tidak setuju, karena ternyata permaisurinya punya tahi lalat di
sekitar telinga, sedangkan salah seorang anak perempuannya punya tahi lalat di
bagian leher. Untungnya kedua wanita itu berjilbab, sehingga tahi lalat mereka
jarang dilihat orang.
Negeri
Tahi Lalat
Negeri Tahi Lalat lain lagi kondisinya. Semua
laki-laki di negeri itu tidak ada yang berkumis dan atau berjanggut. Para
laki-laki umumnya berwajah "bersih" alias klimis, karena tidak
memelihara kumis, tidak punya janggut, dan tidak banyak yang punya tahi lalat
di wajah.
Wanita di Negeri Tahi Lalat selalu berdoa agar mereka
dikarunia tahi lalat di wajah. Wanita yang hamil hampir setiap hari berdoa,
agar anaknya kelak lahir dengan tahi lalat di wajah.
Penduduk Negeri Tahi Lalat sangat membenci kumis dan
janggut. Para laki-laki dewasa setiap hari mencukur kumis dan janggutnya.
Setiap ada turis atau pendatang dari negeri lain yang
berkumis dan atau berjanggut, mereka langsung dianjurkan mencukur kumis dan
atau janggutnya, karena tidak sesuai dengan adat kebiasaan, tidak sesuai dengan
seni, dan tidak sesuai dengan budaya di Negeri Tahi Lalat.
Kalau ada orang yang memelihara kumis dan atau
janggut, biasanya orang itu akan mendapat berbagai masalah, antara lain
dikucilkan dan sulit menduduki jabatan tinggi di kerajaan atau di tempat kerja
mereka.
Orang yang memelihara kumis akan dicap sebagai
pemabuk, pengguna ganja, pengguna obat-obat terlarang, dan berbagai macam cap
lainnya. Orang yang memelihara janggut disebut kambing dan sok alim, sedangkan
orang yang memelihara kumis dan janggut dicap sebagai pemabuk yang sok alim.
Saking pentingnya tahi lalat untuk menjaga kultur dan
jati diri Negeri Tahi Lalat, sampai-sampai ada menteri yang mengusulkan supaya
tahi lalat dibuatkan Undang-undangnya. Isinya antara lain laki-laki maupun
perempuan dianggap terhormat kalau punya tahi lalat, serta mendapat berbagai
kemudahan.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki tahi lalat
apalagi kalau memelihara kumis dan atau janggut, dianggap bukan orang terhormat
sehingga tidak pantas diberi tempat terhormat di kerajaan atau pun di tengah
masyarakat.
Banyak menteri yang setuju dengan usul tersebut,
tetapi raja tidak setuju, karena ternyata permaisuri dan putri bungsunya tidak
punya tahi lalat. Untunglah putra mahkota punya tahi lalat di lengan kanannya.
Berkirim
Bingkisan
Begitulah. Tiga negeri bertetangga itu saling membenci
satu sama lain. Mereka tidak pernah saling mengunjungi, kecuali kalau ada
urusan penting.
Batas wilayah negeri mereka dipagari dengan tembok
raksasa. Penduduk dari negeri lain harus membayar pajak kalau ingin berkunjung
dan hanya boleh masuk melalui pintu gerbang kerajaan.
Anehnya, setiap memasuki bulan Ramadan, raja dari
ketiga kerajaan itu saling mengirimi bingkisan dan surat yang isinya
mengucapkan selamat melaksanakan ibadah puasa.
Raja dari ketiga kerajaan itu juga saling mengirimi
bingkisan dan surat pada setiap hari raya yang isinya mengucapkan selamat Hari
Raya dan mohon dimaafkan lahir batin.
Mereka pun tak pernah lupa saling mengirimi bingkisan
dan surat pada setiap tahun baru yang berisi ucapan Selamat Tahun Baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar